Sintaksis
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah
Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu: Widya Nur Jannah, M.Pd
![]() |
SD15-A2
Disusun Oleh:
Afiah
Fifi Fitria (150641096)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH CIREBON
TAHUN
AJARAN 2016-2017
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah
S.W.T yang
telah memberikan kenikmatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Sintaksis”. Meskipun
banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami
berhasil mengerjakan makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami
sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami dalam
mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
mahasiswa yang juga sudah memberi konstribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
guna sempurnanya makalah ini.
Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan khususnya bagi kami
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Amin Yaa Robbal ‘Alamiin
Cirebon, Februari 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAAN
A. Latar
Belakang
Masih banyak orang yang belum
mengetahui dan belum paham tentang makna dan hakikat sintaksis. Padahal,
penggunaanya begitu dekat dengan masyarakat Indonesia. Yaitu berkisar
tentang kalimat bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi
sehari-hari. Banyak permasalahan yang ada dalam mendalami penguasaan sintaksis
dan hakikatnya. Perlu pendalaman dan banyak mempraktekan dalam dunia
kebahasaan. Karena ilmu sintaksis sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan
sintaksis itu? Sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari tentang tatabahasa.
Sintaksis juga dapat dikatakan tatabahasa yang membahas hubungan antarkata
dalam tuturan.
Sintaksis merupakan cabang linguistik
yang membicarakan hubungan antar kata dalam tuturan (speech). Unsur
bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah frase, klausa dan
kalimat. Didalam makalah ini akan dibahas ketika pokok bahasan tersebut secara
rinci.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
di uraikan di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari sintaksis?
2. Apakah pengertian frasa?
3. Apa saja jenis – jenis Frasa?
4. Apakah pengertian klausa?
5. Apa saja macam – macam Klasifikasi
klausa?
6. Apakah pengertian kalimat?
7. Apa saja fungsi dan tujuan ragam
kalimt?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pengertian
sintaksis.
2. Dapat mengetahui secara jelas frasa,
klausa, dan kalimat dalam sintaksis.
3. Dapat mengetahui jenis-jenis frasa.
4. Dapat mengetahui macam-macam klausa beserta strukturnya.
5. Dapat mengetahui jenis-jenis
kalimat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sintaksis
Sintaksis membicarakan berbagai
seluk-beluk frase dan kalimat (M.Asfandi Adul, 1990: 41). Sintaksis merupakan
bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat, klausa, dan
frasa. Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang bearti dengan dan kata tattein yang
bearti menempatkan jadi secara
etimologi berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau
kalimat. Banyak ahli telah mengemukakan penjelasan ataupun batasan sintaksis.
Dikatakan bahwa sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang
dipergunakan sebagai sarana untuk menggabung-gabungkan kata menjadi kalimat.
Sintaksis juga merupakan analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya
mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas (Tarigan, 1984:5).
Istilah sintaksis (Belanda,
Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk
beluk wacana, kalimat, klausa dan frase (Ramlah 2001:18).
Dari beberapa pernyataan yang telah
dikemukakan dapat disimpulkan bahwa sintaksis merupakan bagian dari ilmu bahasa
yang didalamnya mengkaji tentang kata dan kelompok kata yang membentuk frasa,
klausa, dan kalimat.
B. Pengertian
Frasa
Frasa adalah suatu kelompok kata
yang terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan yang tidak
melampui batas subjek dan batas predikat. Frase terdiri dari dua kata atau
lebih yang membentuk suatu kesatuan dan dalam pembentukan ini tidak terdapat
ciri-ciri klausa dan juga tidak melampui batas subjek dan batas predikat. Frase
adalah suatu komponen yang berstruktur, yang dapat membentuk klausa dan kalimat
(M.Asfandi Adul, 1990:41).
Frase adalah satuan gramatikal yang
berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau satu konstruksi
ketatabahasaan yang berdiri atas dua kata atau lebih. Frase terbentuk dari
rangkaian kelas kata yang satu dengan yang lain, baik pada posisi pertama
maupun ke dua. Rangkaian kelas kata yang membentuk frase itu mempunyai hubungan
atributif, predikatif, dan posesif (Kailani Hasan, 1983:23).
Dari beberapa pernyataan yang telah
dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa frasa merupakan gabungan atau
rangkaian kata yang tidak mempunyai batas subjek dan predikat, yang biasanya
rangkaian kata tersebut mempunyai satu makna yang tidak bisa dipisahkan.
Frasa dapat dihasilkan dari
perluasan sebuah kata. Sebuah frasa dengan perluasannya tidak menimbulkan
jabatan atau fungsi lain sehingga tidak melebihi batas fungsi semula. Jika
perluasan itu ternyata menimbulkan jabatan fungsi baru atau membentuk pola
subjek-predikat, perluasan itu sudah menjadi klausa.
Contoh: karya sastra (frasa)
diperluas
karya sastra indah itu (frasa)
karya sastra indah itu (frasa)
karya sastra itu indah (klausa)
S P
Frasa dapat dibagi atas empat jenis, sebagai berikut.
1. Frasa Eksosentris
Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai
persamaan distribusi dengan unsurnya. Atau dapat diartikan frase yang
komponen-komponennya tidak mempunyai prilaku sintaksis yang sama dengan
keseluruhan. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris
adalah frasa yang tidak mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah
orang di gardu.
Menurut
Imam (2008 :1), Frase Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
a. Frase Eksosentrik yang Direktif
Komponen
pertamanya berupa preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa
kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina.
Contoh:
di rumah
di rumah
dari pohon
mahoni
demi
kesejahteraan
b. Frase Eksosentrik yang Nondirektif
Komponen
pertamanya berupa artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan
“kaum”, sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva
atau verba.
Contoh: si
kaya, para remaja kampung
Diana Nababan (2008: 84) dalam bukunya Intisari Bahasa Indonesia,
mengatakan bahwa jenis frasa eksosentris dapat dibedakan menjadi:
1) Frasa ferbal adalah frasa yang
intinya berupa kata kerja.
Contoh : Menangis keras
Sedang melamun
Dapat berjalan
2) Frasa adjektiva adalah frasa yang
intinya berupa kata sifat.
Contoh : Kasar sekali
Amat lembut
Sangat merdu
3) Frasa nominal adalah frasa yang
intinya berupa kata benda.
Contoh: Lapangan besar
Rumah besar
Sang pemimpin
4) Frasa pronominal adalah frasa yang
intinya berupa kata ganti.
Contoh : Kalian semua
Kamu dan dia
5) Frasa adverbial adalah frasa yang intinya berupa kata
keterangan.
Contoh
: Lebih kurang
6) Frasa numerial adalah frasa yang
intinya berupa kata bilangan.
Contoh : Tujuh dan delapan
Empat belas
7) Frasa interogativa adalah frasa yang
intinya berupa kata tanya.
Contoh
: Apa dan siapa
c. Frasa Endosentris
Frasa
endosentris adalah frasa yang unsur-unsur pembentuknya dapat menggantikan
kedudukan frasa itu secara keseluruhan.
Contoh:
Mereka menempati rumah baru.
Frasa
rumah baru mempunyai inti. Mencari
inti frasa dapat diuji dengan membuat kalimat berterima dan tidak berterima:
(1) Mereka menempeti rumah
(2) Mereke menempeti baru
Kalimat
(1) mempunyai makna, berarti rumah
menjadi inti frasa. Kalimat (b) tidak berterima dan tidak mempunyai makna,
berarti baru bukanlah inti frasa.
Jenis
frasa endosentris:
(a) Frasa Endosentris Koordinatif
Masing-masing
unsur memiliki kedudukan sederajat yang tidak saling menerangkan unsur yang
lain. Sifat kesetaraan itu dapat dibuktikan oleh kemungkinan menyisipkan kata
penghubung dan atau.
Contoh:
Anak itu sudah tidak mempunyai ibu bapak.
(ibu dan bapak)
(b) Frasa Endosentris Apositif
Frasa
yang berhubungan antara unsur-unsurnya dapat saling menggantikan.
Contoh:
Aminah, Anak Pak Lurah sangat cantik.
Frasa
anak Pak Lurah adalah unsur
keterangan tambahan untuk menerangkan aminah.
(c) Frasa Endosentris Atributif
Frasa
yang salah satu unsurnya dapat menggantikan frasa itu secara keseluruhan. Frasa
ini memiliki unsur pusat dan unsur atribut. Inti frasa ditandai dengan D
(diterangkan) dan unsur atribut ditandai dengan M (menerangkan)
Contoh:
Rumahnya sangat besar
M
D
Kata sangat adalah
atribut atau penjelas untuk kata besar.
Contoh: Anak
nakal sangat marah
M
D M D
d. Frasa Ambigu
Frasa
ambigu adalah frasa yang menimbulkan makna ganda atau tidak jelas.
Contoh
: Lukisan Ayah dipajang di ruang
tamu.
Frasa lukisan ayah
mempunyai makna:
1. Lukisan milik Ayah
2. Lukisan mengenai diri Ayah
3. Lukisan buatan Ayah
e. Frasa Idiomatik
Frasa
idiomatic adalah frasa yang mempunyai makna sampingan atau bukan makna
sebenarnya.
Contoh
: orang tua itu sudah banyak makan garam
kehidupan.
C. Pengertian
Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang
setidak-tidaknya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa berpotensi menjadi
kalimat. Klausa dapat dibedakan berdasarkan distribusi satuannya dan
berdasarkan fungsinya. Pada umumnya klausa, baik tunggal maupun jamak,
berpotensi menjadi kalimat. Kalimat inti terdiri atas klausa tunggal, sedangkan
kalimat majemuk terdiri atas lebih dari satu klausa. Oleh karena itu,
kalimat majemuk terdiri atas klausa-klausa yang saling berhubungan.
Klausa ialah unsur kalimat, karena
sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa. Unsur inti klausa adalah
S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat
luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban.
Klausa adalah satuan sintaksis
berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif artinya, di dalam konstruksi
itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat, dan
yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan sebagai keterangan.fungsi yang
bersifat wajib pada konstruksi ini adalah subjek dan predikat sedangkan yang
lain tidak wajib.
Sehigga dapat ditarik kesimpulan
bahwa klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya dua fungsi
sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak wajib. Penanda
klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bisa juga tidak muncul
misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi.
Klausa juga berpotensi menjadi kalimat tunggal karena didalamnya terdapat unsur
sintaksis yakni subjek dan predikat.
Klausa merupakan bagian dari
kalimat. Klausa memiliki unsur subjek dan predikat, tetapi tidak mengandung intonasi,
jeda, tempo, dan nada.
1. Klasifikasi Klausa
Ada
lima dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar
itu adalah:
a. Klasifikasi klausa berdasarkan
struktur internnya.
b. Klasifikasi klausa berdasarkan ada
tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P.
c. Klasifikasi klausa berdasarkan
kategori frasa yang menduduki fungsi P.
d. Klasifikasi klausa berdasarkan
criteria tatarannya dalam kalimat.
e. Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya
untuk menjadi kalimat.
Berikut hasil klasifikasinya:
a. Klasifikasi klausa berdasarkan
struktur internnya.
Klasifikasi
klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti
klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir
adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir.
Atas
dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya,
berikut klasifikasinya:
1) Klausa Lengkap
Klausa
lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini
diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi:
Klausa
versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P.
Contoh:
Kondisinya
masih kritis.
Gedung
itu sangat tinggi.
Sekolah
itu masih rusak.
2) Klausa inversi, yaitu klausa yang
P-nya mendahului S.
Contoh:
Masih
kritis kondisinya.
Sangat
tinggi gedung itu.
Masih
rusak sekolah itu.
3) Klausa Tidak Lengkap
Klausa
tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam
klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain
dihilangkan.
Klasifikasi
klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan
P.
Unsur
negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum,
dan jangan. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi
yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan:
a) Klausa Positif
Klausa
poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan
P.
Contoh:
Bambang seorang pesepak bola
tersohor.
Anak itu mengerjakan PR.
Mereka pergi ke toko.
b) Klausa Negatif
Klausa
negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P.
Contoh:
Bambang bukan
seorang pesepak bola tersohor.
Anak itu belum
mengerjakan PR.
Mereka
tidak pergi ke toko.
Kata
negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara
sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur,
misalnya, memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi,
dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara semantik
bisa menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan ‘Dia tidak
mengambil sesuatu apapun’, maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam
klausa Dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan
kategori frasa yang menduduki fungsi P. Berdasarkan kategori frasa yang
menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Klausa Nomina
Klausa
nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
nomina.
Contoh:
Pamannya
petani di kampung itu.
Bapak
itu dosen linguistik.
b. Klausa Verba
Klausa
verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba.
Contoh:
Dia
membantu para korban banjir.
Pemuda
itu menolong nenek tua.Klausa verba dibagi menjadi beberapa tipe, yakni:
1) Klausa Transitif
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba transitif.
Contoh:
Adik menulis surat.
2) Klausa Intrasitif
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba intransitif.
Contoh: Adik menyanyi kakak sedang berdandan.
Contoh: Adik menyanyi kakak sedang berdandan.
3) Klausa Refleksif
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba refleksif.
Contoh:
Kakak sedang berdandan.
4) Klausa Resiprokal
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal.
Contoh: Orang itu bertengkar sejak tadi.
Contoh: Orang itu bertengkar sejak tadi.
5) Klausa Adjektiva
Klausa
adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
adjektiva.
Contoh:
Paman
sangat kurus.
Rumah itu
sudah tua.
Ibu guru
sangat baik.
6) Klausa Numeralia
Klausa
numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
numeralia.
Contoh:
Anaknya
empat orang.
Mahasiswanya
sembilan orang.
Temannya
dua puluh orang.
7) Klausa Preposisiona
Klausa
preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
preposisiona.
Contoh:
Kertas itu
di bawah meja.
Baju saya
di dalam lemari.
Orang
tuanya di Surabaya.
8) Klausa Pronomia
Klausa
pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial.
Contoh:
Hakim
memutuskan bahwa dialah yang bersalah.
Sudah
diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.
3. Klasifikasi klausa berdasarkan
potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi
klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas:
1) Klausa Bebas
Klausa
bebas ialah klausa yang memiliki subjek dan predikat, sehingga berpotensi untuk
menjadi kalimat mayor. Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai
subyek dan yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas
adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar.
Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih
besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat.
Contoh:
Anak
itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen
kita itu rumahnya di jalan Ambarawa.
Semua
orang mengatakan bahwa dialah yang bersalah.
2) Klausa terikat
Klausa
terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor,
hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor karena strukturnya tidak lengkap.
Kalimat minor adalah konsep yang merangkum: pangilan, salam, judul, motto,
pepatah, dan kalimat telegram.
Contoh:
Semua
murid sudah pulang kecuali yang dihukum.
Semua
tersangkan diinterograsi, kecuali dia.
Ariel
tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
4. Klasifikasi klausa berdasarkan
criteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan
tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas:
1) Klausa Atasan
Klausa
atasan adalah klausa yang dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
Contoh:
Irwan datang ketika kami sedang menonton film.
2) Klausa Bawahan
Klausa
bawahan ialah klausa yang belum lengkap isinya. Klausa ini tidak dapat berdiri
sendiri.
Contoh:
Irwan
datang ketika kami sedang menonton film.
5. Analisis
Klausa
Klasifikasi
klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu berdasarkan fungsi
unsur-usurnya, berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya, dan
berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1) Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi
Unsur-Unsurnya
Klausa
terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket.
Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang
satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang
terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur
fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
a) S dan P
Contoh
:
Budi tidak berlari-lari ≈ Tidak berlari-lari Budi
S P P
S
Badannya sangat lemah ≈ Sangat lemah badannya
S P P S
b) O dan Pelengkap
P mungkin terdiri dari golongan kata
verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata verbal intransitif, dan
mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila terdiri dari golongan
kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti P itu.
Contoh:
Kepala Sekolah akan menyelenggarakan pentas
seni.
S P O
Pentas seni akan dislenggarakan kepala sekolah
S P O
c) Keterangan
Unsur
klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki
fungsi Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat,
dalam suatu klausa Ket pada umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di
depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang
sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel,
karena O dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P.
Contoh:
Akibat banjir desa-desa itu hancur
Ket S P
Desa-desa itu hancur
akibat banjir
S P O
6. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori
Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis
kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini
itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis
fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
7. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori
Makna dan Unsur-Unsurnya
Dalam
analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi
S, P, O, Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S
terdiri dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N,
fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
D. Pengertian Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa
terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh
(Diana Nababan, 2008:82).
Kalimat adalah tuturan yang
mempunyai arti penuh dan turunnya suara menjadi ciri sebagai batas
keseluruhannya. Jadi, kalimat adalah tuturan yang diakhiri dengan intonasi
final (Kailani Hasan, 1983:23). Kalimat
adalah suatu bentuk linguistik yang terdiri atas komponen kata-kata, frase,
atau klausa (M.Asfandi Adul, 1990: 41).
Jika dilihat dari fungsinya,
unsur-unsur kalimat berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Menurut bentuknya, kalimat dibedakan menjadi kalimat tunggal serta kalimat
majemuk.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa
kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai
intonasi final, dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa.
Kalimat adalah satuan gramatik yang
ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa
kalimat itu sudah selesai (lengkap).
1. Ragam Kalimat
Berdasarkan
jenisnya, kalimat dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
a. Kalimat Tunggal
Kalimat
tunggal adalah kalimat yangt mempunyai satu subjek dan satu predikat serta
mengandung satu maksud.
Contoh:
Koko
pergi ke pasar
S
P Ket
Toni menanam biji jarak di
kebun
S P
O Ket
Berdasarkan
predikatnya, kalimat tunggal terbagi atas:
a)
Kalimat
nominal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata benda.
Contoh: Ayahnya seorang pelukis.
Yang berbaju biru itu, Pak
Yandi.
b) Kalimat verbal adalah kalimat
yang predikatnya berupa kata kerja.
Contoh : Ani suka
makan bakso.
Rino belajar
aritmetiak.
c) Kalimat adjectival adalah kalimat
yang predikatnya berupa adjektiva atau kata sifat.
Contoh : Soal ini sulit
sekali.
Tekatnya sangat kukuh.
b. Kalimat Majemuk
Kalimat
majemuk adalah kalimat yag terdiri atas dua pola kalimat atau lebih. Kalimat
majemuk tersusun dari beberapa kalimat tunggal. Kalimat majemuk dapat dibedakan
atas:
a) Kalimat majemuk setara/koordinatif.
Kalimat
majemuk setara adalahkalimat yang pola-pola kalimatnya memiliki kedudukan yang
sederajat. Berdasarkan kata penghubungnya, kalimat majemuk setara terbagi lagi
menjadi beberapa bagian yaitu:
(1) Kalimat majemuk penjumlahan,
ditandai oleh kata hubung dan, lalu,
kemudian, dan sebagainya.
Contoh:
Pak
Heru membacakan soal dan siswa
mendengarkan dengan saksama.
(2) Kalimat majemuk pemilihan, ditandai
oleh kata hubung atau.
Contoh
: Kamu maupesan soto ayam atau soto
sapi.
(3) Kalimat majemuk pertentangan,
ditandai oleh kata hubung tetapi dan melainkan.
Contoh
: Ayah sering menasihatinya, tetapi
dia tetap tidak mau berubah.
(4) Kalimat Majemuk Bertingkat/
Subkoordinatif.
Kalimat
majemuk bertingkat adalah kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih
yang tidak sederajat. Salah satu pola menduduki fungsi utama kalimat, yang
lazimnya disebut dengan induk kalimat, sedangkan pola yang lain yang lebih
rendah kedudukannya disebut anak kalimat. Fungsi itu sekaligus menunjukan
relasi antara induk kalimat dan anak kalimat. Kalimat majemuk bertingkat
terbagi menjadi:
(a) Kalimat majemuk hubungan waktu,
ditandai oleh kata hubung setelah,
sewaktu, sejak, mankala, ketika, dan sebagainya.
Contoh : Ia menjadi sebatang kara` sejak ayah dan ibunya
meninggal.
(b) Kalimat majemuk hubungan syarat,
ditandai oleh konjungsi jika, seandainya,
andaikan, asalkan, apabila.
Contoh: Kamu boleh membeli sepeda asalkan nilai rapormu
bagus.
(c) Kalimat majemuk hubungan tujuan
ditandai oleh konjungsi agar, supaya, dan
biar.
Contoh: Minumlah obat itu agar kamu cepat sembuh.
(d) Kalimat majemuk hubungan konsesif,
ditandai oleh konjungsi walaupun,
meskipun, sekalipun, biarpun, kendatipun
dan sungguhpun.
Contoh: Dia tetap teguh pada pendiriannya walaupun setiap orang menantangnya.
(e) Kalimat majemuk hubungan
perbandingan, ditandai oleh kata penghubung daripada,
ibarat, seperti, bagaikan, laksana, sebagaimana.
Contoh: Daripada
kamu duduk-duduk saja, lebih baik kamu bantu ibumu merapikan taman.
(f) Kalimat majemuk hubungan penyebaban,
ditandai oleh kata penghubung sebab,
karena, oleh karena.
Contoh: Saya tidak jadi berangkat ke Medan karena ada pekerjaan yang harus segera
diselesaikan di sini.
(g) Kata majemuk hubungan akibat,
ditandai oleh kata penghubung sehingga,
sampai-sampai, maka.
Contoh: Kamu terlalu asyik menonton film sehingga lupa sholat.
(h) Kata majemuk hubungan cara, ditandai
oleh kata penghubung dengan.
Contoh: Gelandangan itu tidur di emperan toko dengan beralaskan koran.
(i) Kata majemuk hubungan sangkalan,
ditandai oleh konjungsi seolah-olah,
seakan-akan.
Contoh: Dia diam saja seakan-akan
dia tidak mengetahui persoalan yang terjadi.
(j) Kalimat majemuk hubungan kenyataan,
ditandai oleh konjungsi padahal,
sedangkan.
Contoh: Pura-pura tidak tahu padahal dia tahu banyak.
(k) Kalimat majemuk hasil, ditandai oleh
konjungsi makanya.
Contoh : Kamu susah sekali makan, makanya lambungmu sering
sakit.
(l) Kalimat majemuk hubungan penjelasan,
ditandai oleh kata penghubung bahwa,
yaitu.
Contoh: Kamu harus tahu bahwa
kamu adalah putera Pak Sanjaya.
(m) Kalimat majemuk hubungan atributif,
ditandai oleh konjungsi yang.
Contoh:Pemuda
yang berdiri di dekat pohon itu, kekasih Andria.
(n) Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat majemuk campuran adalah gabungan antara kalimat
majemuk setara dengan kalimat majemuk bertingkat.
Contoh: Artis cantik itu hanya bisa diam lalu pergi begitu
saja ketika beberapa wartawan menanyainya.
c. Kalimat Langsung
Kalimat
langsung adalah kalimat yang menirukan ujaran orang lain.
Contoh: Ibu
berkata “Saya tidak senang melihat rambut
gondrong”.
d. Kalimat Tidak Langsung
Kalimat
tidak langsung adalah kalimat yang menyampaikan kembali ujaran orang lain.
Contoh:
Ibu mengatakan bahwa Ia tidak senang melihat rambut gondrong.
e. Kalimat Aktif
Kalimat
aktif adalah kalimat yang subjeknya menjadi pelaku. Ciri utama kalimat aktif
adalah predikatnya berupa kata dasar atau berimbuhan me(N)- dan ber-.
Contoh:
Ibu
sedang membuat martabak telur.
Andika
senang makan kerang.
Berdasarkan
hubungan antara predikat dan objeknya, kalimat aktif terbagi menjadi:
1) Kalimat aktif transitif, adalah
kalimat aktif yang predikatnya mutlak membutuhakan objek.
Contoh:
Andre memperkenalkan Hendra kepada teman-
P O
temannya.
2) Kalimat aktif semitransitif, adalah
kalimat aktif yang predikatnya memerlukan pelengkap.
Contoh:
Negara Indonesia berlandaskan hukum.
P Pel
3) Kalimat aktif dwitransitif, adalah
kalimat aktif yang predikatnya membutuhkan objek dan pelengkap.
Contoh:
Petugas itu memperbolehkan saya
merokok di
P O Pel
ruangan
ini.
4) Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat yang
subjeknya dikenai pekerjaan.
Ciri-ciri kalimat pasif adalah
sebagai berikut:
a) Predikatnya berisi kata kerja
berawalan di-, ter-, dan kofiks ke-an.
Contoh: Anis kehujanan tadi malam.
b) Bentuk diri atau persona ku-, kau-.
Contoh: Coba kau lihat bunga ini.
Kalimat aktif dapat diubah menjadi kalimat pasif. Caranya
adalah sebagai berikut:
a) Tukarkan pengisi subjek (S), dengan
pengisi objek (O).
b) Ganti awalan me- dengan di- pada predikat.
c) Tambahkan kata oleh di belakang
predikat (manasuka).
Contoh:
Pemerintah mencanangkan Progam
Indonesia Sehat 2010.
S P O
(Aktif)
Progam Indonesia Sehat 2010 dicanangkan (oleh)
O P
pemerintah. (Pasif)
S
Jika subjek pada kalimat aktif
berupa kata ganti aku, saya, kami, kita,
engkau, kamu, anda, dia, beliau, atau mereka. Berlaku kaidah berikut:
(a) Ubah pola SPO menjadi OSP.
(b) Hapus awalan meN- dari P
(c) Rapatkan S dan P tanpa kata pemisah
apapun. Jika semula mula predikatnya mengandung kata bantu seperti akan, dapat, atau kata ingkar tidak,
letakan kata-kata tersebut sebelum S.
(d) Gantikan aku dengan ku- dan engkau
dengan kau (manasuka).
Contoh: Mereka sedang
menyelesaikan tugas yang
S P O
sangat mulia. (aktif)
Tugas yang sangat mulia sedang
mereka selesaikan. (Pasif)
f. Kalimat Mayor
Kalimat mayor adalah kalimat
sekurang-kurangnya mejangandung dua unsur pusat, dapat berupa S-P, S-P-O atau
S-P-O-K.
Contoh:
Saya mengantuk.
Presiden berkunjung ke Australia
Saya meminjam novel dari
perpustakaan.
g. Kalimat Minor
Kalimat Minor adalah kalimat yang
mengandung satu unsure pusat. Unsur
pusat tersebut biasanya berupa predikat.
Contoh:
Pergi!
Tidur!
Minggu depan.
Berdasarkan fungsi dan tujuannya,
ragam kalimat dibedakan atas:
1. Kalimat Berita
Kalimat berita adalah kalimat yang
isinya memberitahukan suatu kejadian atau suatu keadaan. Dalam bentuk tulisan
kalimat berita diakhiri dengan tanda titik (.), sedangkan dalam bentuk lisan,
nadanya naik di akhir kalimat.
Contoh: Harga BBM akan dinaikkan
mulai bulan Mei 2008.
2. Kalimat Perintah
Kalimat
perintah adalah kalimat yang berisikan perintah atau seruan untuk melakukan
sesuatu. Kalimat berita dalam bentuk tulisan diakhiri tanda seru (!) atau titik
(.).
Ciri-ciri
kalimat perintah:
a. Predikatnya menggunakan partikel –lah.
b. Dapat menggunakan kata tolong, coba, atau silakan untuk memperhalus kalimat.
c. Kalimat perintah larangan sering
didahului oleh kata jangan.
Contoh:
Jangan bermain di sini!
Tulislaah
namamu di kertas ini!
Tolong
ambilkan kertas itu!
3. Kalimat Tanya
Kalimat
Tanya adalah kalimat yang berisikan pertanyaan seseorang kepada orang lain.
Cara
membuat kalimat tanya:
a. Membalikkan urutan kata lalu
ditambah partikel –kah.
Contoh:
Kakak
membeli mobil baru.
Menjadi
: Membeli mobil barukah kakak?
b. Menggunakan kata tanya apa, siapa, beberapa, kapan, mengapa,
bagaimana, di mana, dan sebagainya.
Contoh:
Kapan kamu datang?
Bagaimana
cara menanam jagung?
c. Menambahkan partikel –kah pada kata tanya.
Contoh
: Dimanakah dia berada?
Siapakan
pemenang pertandingan sepak bola kemarin?
d. Menggunakan kata bukan atau tidak.
Contoh
: Sepatu ini milikmu, bukan?
Kamu
ini serius tidak?
e. Mengubah intonasi kalimat.
Contoh:
Rino sedang tidur.
Menjadi
: Rino sedang tidur?
4. Kalimat Seru
Kalimat
seru adalah kalimat yang mengungkapkan perasaan.
Contoh
: Wah, luar biasa pertandingan itu.
5. Kalimat Empatik
Kalimat
empatik adalah kalimat yang memberikan penegasan khusus kepada subjek.
Contoh
: Kami lah yang terlambat datang.
2. Klausa adalah satuan gramatikal yang
berupa kelompok kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan
berpotensi menjadi kalimat.
3.
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara
relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara aktual
ataupun potensial terdiri atas klausa.
Dari
definisi yang diberikan, terlihat bahwa urutan satuan tersebut, dari yang
terkecil sampai yang terbesar, adalah (1) kata, (2) frasa, (3) klausa, dan (4)
kalimat. Agar lebih jelas, ada baiknya kita bedah suatu contoh seperti di bawah
ini.
Pejabat
itu pernah mengatakan bahwa Indonesia dapat berperan aktif dalam perdamaian
dunia.
Kalimat
dan kata paling mudah dikenali. Contoh tersebut adalah satu kalimat
yang relatif berdiri sendiri dan memiliki intonasi final. Kalimat tersebut
tersusun dari 12 kata yang dikenali sebagai satuan yang dipisahkan
oleh spasi.
Klausa
dikenali dari bagian yang memiliki subjek dan predikat serta memiliki potensi menjadi
kalimat. Kalimat itu memiliki 2 klausa yang dihubungkan dengan
kata bahwa, yaitu (1) pejabat itu pernah mengatakan dan
(2)Indonesia dapat berperan dalam perdamaian dunia.
Menguraikan
frasa sedikit lebih sulit. Frasa paling sedikit harus terdiri dari dua kata dan
tidak memiliki subjek-predikat. Kalimat tersebut memiliki 4 frasa:
(1) pejabat itu, (2) pernah mengatakan, (3) dapat
berperan aktif, (4)perdamaian dunia. Kata bahwa, Indonesia,
dan dalam tidak dimasukkan dalam frasa karena memiliki fungsi
sendiri dalam bentuk tunggal.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa fungsi sintaksis adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan
keterangan. Sintaksis terdiri dari frasa, klausa, dan kalimat. Dari frasa,
klausa dan kalimat memiliki pengertian dan jenis-jenisnya.
Frasa merupakan gabungan dua kata
atau lebih yang menempati satu fungsi dan tidak melebihinya. Sedangkan klausa
merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya dua fungsi sintaksis, yakni
subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak wajib. Untuk kalimat yaitu satuan
gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang
menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).
B.
Saran
Dengan disusunnya makalah
“sintaksis” ini kami mengharapkan pembaca dapat mengetahui kajian sintaksis dan
pembaca dapat mengetahui sebenarnya sintaksis itu erat hubungannya dengan
bahasa yang kita gunakan sehari-hari.
Makalah ini kami susun hanya
berdasarkan sumber-sumber yang kami dapatkan dan makalah ini mungkin masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, jika pembaca mendapatkan sumber-sumber lain
yang dapat mendukung perbaikan makalah ini, kami selaku penulis mengucapkan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Blinksastrakumaster.
2011. Sintaksis. Diunduh 15 September
dari http://blinksastrakumaster1988.blogspot.com.
Zaenal
Arifin dan Junaiyah. 2008. Sintaksis.
Jakarta: Grasindo
Kailani
Hasan. 1983. Morfologi dan Sintaksis
Bahasa Melayu Riau. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
M. Asfandi Adul. 1990. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Bulungan. Jakarta :
Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Nur
Khairinnisa. 2011. Konsep dan Jenis-Jenis
Frasa. Diunduh 15 September 2012 dari http://www. Blogger.com.
Rachmadrivai.
2011. Sintaksis Bahasa Indonesia (frasa).
Diunduh 15 September 2012 dari http://rachmadrivai.wordpress.com.
Diana
Nababan. 2008. Intisari Bahasa Indonesia.
Jakarta : Kawan Pustaka.
Henry
Guntur Tarigan. 1984. Pengajaran
Sintaksis. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar