Jumat, 29 Januari 2016

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENDIDIKAN



 FILSAFAT PENDIDIKAN

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENDIDIKAN

1. ONTOLOGI
Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa yunani yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu” sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being) sementara itu, mulyadi kartanegara menyatakan bahwa ontologi di artikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang di sebut sebagai ilmu metafisika. Metafisika di sebut sebagai “induk semua ilmu” karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang di hadapi oleh manusia dalam kehidupan yakni berkenaan dengan hakikat wujud.


            Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya di uraikan/ di telaah secara :
1.      Metodis :  Menggunakan cara ilmiah.
2.      Sistematis: saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam satu keseluruhan.
3.      Koheren: Unsur-unsur harus bertautan tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan.
4.      Rasional: Harus berdasarkan pada kaidah berfikir yang benar (logis)
5.      Komprehensif: Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang.
6.      Radikal : Diuraikan sampai akar persoalan, atau esensinya.
7.      Universal : Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku dimana saja.
Hubungan antara ontologi dengan pendidikan
            Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin di ketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan ialah sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah terletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.

2. EPISTEMOLOGI
            Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang di angkat dari dua kata dalam bahasa yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan atau kebenaran dan logos berarti pikiran, kata atau teori. Dengan demikian epistimologi dapat di artikan sebagai pengetahuan sistematik mengenahi pengetahuan. Epistimologi dapat juga di artikan sebagai teori pengetahuan yang benar (teori of knowledges). Epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan.
            Istilah epistimologi di pakai pertama kali oleh J. F. Feriece untuk membedakannya dengan cabang filsafat lain yaitu ontologi ( metafisika umum ). Filsafat pengetahuan (Epistimologi) merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Epistomologi merupakan bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan asal mula pengetahuan, batas- batas, sifat sifat dan kesahihan pengetahuan.
Objek material epistimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut. Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu : analogi, silogisme, premis mayo, dan premis minor.
            Dalam epistimologi di kenal dengan 2 aliran, yaitu :
                        1. Rasionalisme : Pentingnya akal yang menentukan hasil/keputusan.
                        Hubungan antara epistemologi dengan pendidikan
Hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambran-gambaran umum mengenai kebenaran yang di ajarkan dalam proses pendidikan


            3. AKSIOLOGI
            Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi di pahami sebagai teori nilai. Jujun S Suriasumantri mengartikan aksiologi di pahami sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dan pengetahuan yang di peroleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat niali merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga yang di idamkan oleh setiap insan.
            Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus di sesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat di rasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malah menimbulkan bencana. Dalam aksiologi ada dua penilaian yang umum di gunakan yaitu :

1. Etika
            Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah satu cabang filsafat tertua. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia lakukan.
2. Estetika
            Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa di dalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
            Hubungan antara aksiologi dengan pendidikan
                        Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang di peroleh dari ilmu pengetahuan, menyelidiki hakikat nilai, serta berisi mengenai etika dan estetika. Penerapan aksiologi dalam pendidikan misalnya saja adalah dengan adanya mata pelajaran ilmu sosial dan kewarganegaraan yang mengajarkan mengenai estetika atau keindahan dari sebuah karya manusia. Dasar aksiologis pendidikan adalah kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga di perlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab.  



NAMA            : AINA LESTARI
KELAS            : SD15-A2
NIM                 : 150641076
DOSEN            : IBU ALIET NOORHAYATI SUTRISNO
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON



Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa



Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa

Pancasila juga merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri.
Pancasila merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia, bahkan bangsa-bangsa yang beradab. Nilai-nilai dasar yang dimaksud ialah nilai Ketuhaan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial, atau bagi bangsa Indonesia rumusan setepatnya daripada nilai-nilai dasar tersebut dimuat dalam alinea keempat dari pembukaan UUD 1945. Bagi bangsa Indonesia, nilai-nilai Pancasila ini merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, yang tersusun secara sistematis-hierarkis, artinya bahwa antara nilai dasar yang satu dengan nilai dasar lainnya saling berhubungan, tidak boleh dipisah-pisahkan, dipecah-pecahkan maupun ditukar tempatnya untuk menghindari pengertian yang keliru terhadap Pancasila. Dalam rangka memahami hakikat nilai-nilai dasar Pancasila, dimaksudkan nilai-nilai dasar pancasila untuk dapat amalkan nilai- nilai dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi, maupun dalam rangka kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan tujuan praktis daripada suatu filsafat yang dalam hal ini berkenaan.
Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari

Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila Sila ke V yang harus diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut ( Soejadi, 1999 : 88- 90) :
1.      Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain :
a.       Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala sesuatu dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Adil, Maha Bijaksana dan sebagainya;
b.      Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah- NYA dan menjauhi larangan-larangannya. Dalam memanfaatkan semua potensi yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah manusia harus menyadari, bahwa setiap benda dan makhluk yang ada di sekeliling manusia merupakan amanat Tuhan yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya; harus dirawat agar tidak rusak dan harus memperhatikan kepentingan orang lain dan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

Penerapan Sila ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
misalnya menyayangi binatang; menyayangi tumbuhtumbuhan dan merawatnya; selalu menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa Allah tidak suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah senang terhadap orang-orang yang selalu bertakwa dan selalu berbuat baik. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-NYA yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas Hidup itu sendiri.
2.      Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut :
a.       Pengakuan adanya harkat dan martabat manusia dengan sehala hak dan kewajiban asasinya;
b.      Perlakuan yang adil terhdap sesama manusia, terhadap diri sendiri, alam sekitar dan terhadap Tuhan;
c.       Manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan keyakinan.

Nilai-nilai Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab ini ternyata mendapat penjabaran dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 di atas, antara lain dalam Pasal 5 ayat (1) sampai ayat (3); Pasal 6 ayat (1) sampai ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1) sampai ayat (2). Dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; dalam ayat (2) dikatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (3) dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 6 ayat (1) dikatakan, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Dalam Pasal 7 ayat (1) ditegaskan, bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa ketentuan pada ayat (1) di atas dilakukan dengan cara :
1)      Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;
2)      Menumbuhkembangkan kemampauan dan kepeloporan masyarakat;
3)      Menumbuhkan ketanggapsegeraan masya-rakat untuk melakukan pengwasan sosial;
4)      Memberikan saran pendapat;
5)      Menyampaikan informasi dan/atau menyam-paikan laporan
3.      Dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa, dalam arti dalam hal-hal yang menyangkut persatuan bangsa patut diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
a.       Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia serta wajib membela dan menjunjung tinggi (patriotisme);
b.      Pengakuan terhadap kebhinekatunggalikaan suku bangsa (etnis) dan kebudayaan bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan kesatuan bangsa;
c.       Cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia (nasionalisme).

Penerapan sila ini dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
dengan melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu diperhitungkan dalam pengambilan kebijaksanaan dan pengendalianpembangunan lingkungan di daerah dan mengembangkannya melalui pendidikan dan latihan serta penerangan dan penyuluhan dalam pengenalan tata nilai tradisional dan tata nilai agama yang mendorong perilaku manusia untuk melindungi sumber daya dan lingkungan (Salladien dalam Burhan Bungin dan Laely Widjajati , 1992 : 156-158). Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus dicermati, yakni:
a.       Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat;
b.      Pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat;
c.       Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama;
d.      Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakilwakil rakyat.
Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain (Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 560 ):
1)      Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
2)      Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
3)      Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan
masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
4.      Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan sosial. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa aspek berikut, antara lain :
a.       Perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan terutama di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya;
b.      Perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia;
c.       Keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak milik orang lain;
Penerapan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur masalah lingkungan hidup. Sebagai contoh, dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H yang mengatur aspekaspek pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam ketetapan MPR ini hal itu diatur sebagai berikut (Penabur Ilmu, 1999 : 40) :
1)      Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi;
2)      Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan pengunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan;
3)      Mendelegasikan secara betahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan ling-kungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang diatur dengan undangundang;
4)      Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseim-bangan lingkungan hidup,
5)      Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan
Dalam Pancasila, terkandung nilai-nilai yang lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran/kenyataan, nilai estetis, nilai etis atau moral maupun nilai religius, yang ter cermin dalam sila-sila Pancasila yang bersifat sistematis-hierarkis. Nilai-nilai Pancasila mempunyai sifat objektif, subjektif, dan kedua-duanya. Sifat objektif karena sesuai dengan objeknya/kenyataannya dan bersifat umum/universal. Adapun sifat subjektif karena sebagai hasil pemikiran seluruh bangsa Indonesia. Melihat fungsi dasar Pancasila sebagai dasar negara, segala tindak tanduk atau perbuatan semua warga negara harus mencer  minkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila merupakan sumber nilai yang menuntun sikap, perilaku atau perbuatan manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


Nama : TRI KASIH P.N
Kelas : SD 15-A.2
NIM : 150641068
Dosen Pengampu : Aliet Noerhayati M.Pd. Phill

Pancasila sebagai Filsafat Pendidikan Nasional



Pancasila sebagai Filsafat Pendidikan Nasional

Jika pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsa yang dianut, karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa itu dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Inilah alasan mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat pendidikan Pancasila adalah subsistem dari sistem negara Pancasila. Dengan kata lain, sistem negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat.
Dengan demikian, jelaslah tidak mungkin Sistem Pendidikan Nasional dijiwai dan didasari oleh sistem filsafat pendidikan yang selain Pancasila. Hal ini tercermin dalam tujuan Pendidikan Nasional yang termuat dalam UU No. 2 Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni: pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan.
     Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan
Pancasila adalah dasar negara Indonesia di mana fungsi utamanya sebagi pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988: 17). Memegang fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila tidak saja sebagai dasar negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sumber ilmu pengetahuan di Indonesia (Azis, 1984: 70). Sehingga dapat kita ketahui bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang membedakannya dengan bangsa yang lain.
Filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan. Bila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
Filsafat Pendidikan Pancasila adalah  tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia Indonesia seutuhnya terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.



Nama  : Muhammad Heru Mulyana
Kelas  : SD 15-A2
Dosen : Alit Nooerhayati M.Pd. Phill